꧋ꦫꦥꦠ꧀ꦏꦺꦴꦎꦂꦣꦶꦤꦱꦶꦥ꦳ꦺꦴꦂꦣꦱꦶꦠꦲꦸꦤ꧀꧇꧒꧐꧒꧒꧇꧈ꦱꦼꦧꦒꦻꦄꦒꦺꦤ꧀ꦝꦆꦤ꧀ꦠꦿꦺꦴꦱ꧀ꦥ꧀ꦏꦺꦱꦶꦣꦤ꧀ꦫꦺꦠꦿꦺꦴꦱ꧀ꦥꦺꦏ꧀ꦱꦶ
Rapat Koordinasi FORDASI Tahun 2022, Sebagai Agenda Introspkesi dan Retrospeksi
Yogyakarta (22/09/2022) paniradyakaistimewan.jogjaprov.go.id - Provinsi Aceh menjadi tuan rumah Rapat Koordinasi FORDASI (Forum Desentralisasi Asimetris Indonesia) Daerah Khusus dan Istimewa Tahun 2022 yang diselenggarakan di Anjong Mon Mata, Kompleks Pendapa Gubernur Aceh dan di Hermes Palace Hotel, Rabu-Kamis (21-22/9). Rakor FORDASI diadakan setiap tahun di provinsi yang berbeda, diikuti lima daerah yang memiliki kekhususan yaitu DKI Jakarta, Provinsi Aceh, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua dan Papua Barat.
Rakor FORDASI dibentuk pada tahun 2017 bagi daerah otonomi khusu dan istimewa pada 2-4 Maret 2017 di Yogyakarta, dan beranggotakan 4 daerah khusus dan 1 daerah istimewa. Rakor FORDASI dimaksudkan untuk melakukan koordinasi bersama terkait perkembangan, tantangan, dan solusi pelaksanaan otonomi khusus dan istimewa. Selain itu, penyelenggaraan Rakor FORDASI juga bertujuan untuk membahas isu-isu strategis dan aktual mengenai pelaksanaan otonomi khusus dan istimewa.
Rakor FORDASI kali ini mengusung tema "Kolaborasi dan Inovasi untuk Persatuan dan Kesejahteraan" dan dibuka secara langsung dengan penampilan tarian sambutan dari Aceh serta dilanjutkan dengan pemutaran video profil daerah khusus dan istimewa. Pada kesempatan yang sama juga dilakukan prosesi penandatanganan kesepakatan bersama 5 provinsi daerah khusus dan istimewa.
FORDASI 2022 menjadi agenda introspeksi dan retropeksi, untuk kemudian dilanjutkan sebagai proyeksi kolegial, bagaimana desentralisasi khusus dan istimewa dapat diselenggarakan demi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, seiring memajukan bangsa dan negara tercinta. Pernyataan tersebut diungkapkan Sri Sultan saat membacakan sambutan pada acara pembukaan Rakor FORDASI 2022.
"FORDASI ini diharapkan benar-benar dapat mengakomodir kebutuhan paling dasar dari rakyat, dengan mendialogkan kepentingan-kepentingan mereka yang berbeda atau kurang terperhatikan. Upaya membangun dan menyemai ruang dialog ini bergayut pula dengan prinsip "No One Life Behind" yang menjadi tujuan SDGs", imbuh Sri Sultan.
"Dan sekali lagi, jiwa besar dan kearifan dalam memandang perbedaan, yang telah ditunjukkan oleh para pendahulu kita, sudah sepatutnya dijadikan suri-tauladan dalam menyelesaikan tantangan bangsa ini ke depan, melalui pembaharuan dan reaktualisasi semangat Bhinneka Tunggal Ika. Tentu sesuai konteks zaman, selaras dengan tuntutan desentralisasi dan otonomi daerah, dengan lebih menghargai keberagaman budaya dan kearifan lokal", tutup Sri Sultan.