Yogyakarta (14/03/2024) paniradyakaistimewan.jogjaprov.go.id - Pemerintah Daerah DIY menetapkan 13 Maret sebagai hari jadinya. Penetapan ini merujuk pada peristiwa deklarasi Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyokarto Hadiningrat atau separuh Negeri Mataram oleh Pangeran Mangkubumi di Hutan Beringan, di hadapan para punggawa dan abdi dalem. Peristiwa itu bertepatan dengan 13 Maret 1755 atau 29 Jumadil’awal tahun Be 1680 (Kemis Pon).
Dari berbagai peristiwa yang berpotensi menjadi Hari Jadi DIY, tanggal 13 Maret dianggap yang paling relevan. Ketua Pansus BA 45 DPRD DIY, H. Muhammad Yazid, mengatakan peristiwa tersebut sekitar sebulan setelah Perjanjian Giyanti, yang menjadi titik pembagian wilayah yang nantinya menjadi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kraton Surakarta. "Hal ini menandai secara resmi berdirinya negara dan pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan segala komponennya seperti pemerintahan, wilayah, dan rakyat, walaupun istana belum didirikan," kata Yazid dalam acara Sinau Sejarah Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat dan Hari Jadi DIY di Omah Wayang, Langenastran, Kraton, Kota Jogja, Rabu (13/3).
Analisis dan penetapan ini sudah melalui berbagai tahapan, termasuk pembuatan naskah akademi. Setelah penetapan Hari Jadi DIY ini, Yazid berharap semua masyarakat turut menghidupi keistimewaan. Tidak sebatas seremonial, tetapi juga mewarisi nilai-nilai serta cita-cita para pendiri Ngayogyakarta. "Saya berbangga bisa menjadi bagian dari penanda sejarah ini," katanya.
Paniradya Pati Paniradya Kaistimewan DIY, Aris Eko Nugroho, mengatakan setelah DIY punya hari lahirnya, ke depan menjadi tugas seluruh elemen masyarakat untuk menjaga spirit keistimewaan. Segala sesuatu yang baik hari ini perlu dilanjutkan untuk kesejahteraan masyarakat. Perkembangan dan kemajuan masyarakat perlu dibarengi oleh roh budaya dan spirit keistimewaan. Menjaga keistimewaan juga untuk para anak-anak muda. "Kami lakukan [penyebaran semangat menjaga keistimewaan] dengan caranya anak muda. Yang senang dengan film, kami buatkan film, ada film pendek dan dokumenter. Termasuk juga melalui medsos yang selalu update. Harapannya bisa mendekatkan pada anak-anak muda," kata Aris.
Sudah dua tahun ini pula, Paniradya Kaistemewan bersafari ke sekolah-sekolah tingkat atas. Mereka belajar dan berbagi ilmu sejarah dengan para generasi masa depan tersebut. Sehingga sosialisasi tidak hanya berada di kantor atau ruang-ruang yang jauh dari anak muda. "Harapannya ada interaksi dan pertanyaan yang kemudian akan memunculkan rasa penasaran dari para anak muda," katanya.
Semakin paham anak muda pada sejarah, bisa semakin memupuk pentingnya pemaknaan Hari Jadi DIY. Koordinator Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pusat Studi Pancasila UGM, Hendro Muhaimin, mengatakan ditetapkannya Hari Jadi DIY kemudian bisa menjadi payung hukum. Sebagai wilayah yang sudah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka, masyarakat bisa belajar nilai-nilai yang membuat DIY bisa bertahan hingga saat ini.
"Ada pesan yang menurut saya menarik, waktu Perjanjian Giyanti, itu bukan soal [pembagian] kekuasan [semata], tapi ketidaksetujuan Pangeran Mangkubumi terhadap masalah etis internal maupun hubungannya dengan Pemerintah Belanda. Bukan soal perang saja, ternyata bagaimana beliau sudah berpikir bagaimana negara bisa langgeng. Pangeran Mangkubumi sudah memprediksi, Perjanjian Giyanti dalam rangka menyelamatkan pemerintahan yang ada," katanya
Sumber : HarianJogja