Yogyakarta (02/03/2024) paniradyakaistimewan.jogjaprov.go.id - Paniradya Kaistimewan DIY menggelar Sinau Sejarah bertema 1 Maret Hari Penegakan Kedaulatan Negara di SMAN 10 Jogja, Jumat (1/3/2024). Kegiatan yang diikuti sejumlah siswa ini bertujuan untuk menyosialisasikan peristiwa Serangan Umum 1 Maret yang kini diperingati sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN). Program Sinau Sejarah Keistimewaan DIY ini merupakan program kolaborasi Paniradya Kaistimewaan DIY bersama Sekber Keistimewaan DIY dan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI).
Kepala Bagian Pelayanan dan Umum Paniradya Kaistimewan DIY, Ariyanti Luhur Tri Setyarini mengatakan sebagian besar murid SMA mungkin masih asing dengan peringatan HPKN, sehingga sosialisasi digencarkan agar siswa tahu bahwa peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 kini diperingati sebagai HPKN. "Peringatan itu berawal dari diajukannya peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 ke Pemerintah Pusat dan peran Sri Sultan HB IX dalam menginisiasi peristiwa itu," katanya, Jumat.
HPKN diawali dengan adanya pengajuan dari Pemda DIY dan fakta tentang peran Sri Sultan HB IX yang telah mendapatkan gelar pahlawan nasional dalam peristiwa itu. Dari kajian itu diperoleh informasi bahwa peran Jogja dalam mengawal berdirinya NKRI cukup besar, sehingga pada 24 Februari 2022, terbit surat keputusan dari Pemerintah Pusat yang menetapkan Serangan Umum 1 Maret sebagai hari besar. "Statusnya hari besar, tetapi bukan hari libur. Pemda DIY menggelar upacara untuk memperingatinya. Mestinya tidak hanya DIY, tetapi seluruh Indonesia karena semangat penegakan kedaulatan itu adalah nilai kejuangan dan semangat untuk menunjukkan bahwa Indonesia ingin berdaulat. Semangat inilah yang harus dimiliki dan ditularkan ke masyarakat," katanya.
Menurut Ariyanti, nilai inilah yang harus terus digaungkan dan dipupuk bahwa masyarakat Indonesia masih punya semangat untuk bersatu. Hal ini juga sejalan dengan pesan Gubernur DIY, Sri Sultan HB X yang berpesan kepada generasi muda agar kedaulatan yang beradab penentu masa depan bangsa merupakan refleksi untuk menuju suatu tataran, di mana kedaulatan sejati menjadi kemajuan bangsa.
Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Julianto Ibrahim mengatakan esensi yang utama dari peristiwa Serangan Umum 1 Maret adalah kedaulatan bagi masyarakat Indonesia. Namun pada saat peristiwa itu yang penting adalah Indonesia bisa menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia masih ada dan TNI masih kuat.
"Karena itu kita harus tahu pada 17 Agustus 1945 meskipun Indonesia sudah merdeka, Belanda melalui NICA membonceng pasukan sekutu dan menguasai kembali sejumlah wilayah di Indonesia melalui agresi militer kedua," katanya.
"Pesan inilah yang disampaikan kepada generasi muda pemilik masa depan bangsa. Di 2045, para pelajar inilah yang menjadi pemimpin yang bakal menentukan arah masa depan bangsa. Maka, semangat kedaulatan harus terus dibangkitkan bersama-sama," katanya.
Pada agresi militer yang kedua pada 1948, Belanda mampu menguasai Ibu Kota Republik Indonesia yang saat itu berkedudukan di Jogja. Sejumlah pemimpin Indonesia ditangkap dan dibuang ke Sumatra. Kejadian itulah yang kemudian menggugah semangat Sri Sultan HB IX untuk mengirim surat kepada Panglima Besar Jenderal Sudirman dan mengusulkan agar ada serangan serentak di siang hari supaya bisa berdampak signifikan kepada Belanda.
Jenderal Sudirman setuju dan Sultan diarahkan berkoordinasi dengan komandan setempat dan terjadilah Serangan Umum 1 Maret 1949 yang diketahui publik Internasional. Meskipun hanya enam jam menguasai Jogja dan setelah disiarkan lewat radio, maka publik internasional tahu dan diadakan perundingan. Melalui perundingan yang dikenal dengan perjanjian Roem Royen, Belanda menyepakati bahwa Jogja kembali ke pangkuan Indonesia. "Akhirnya pada Konferensi Meja Bundar, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia," katanya.
Ketua Sekber Keistimewaan, Widihasto Wasana Putra menyebut SMAN 10 Jogja punya kedudukan yang strategis lantaran berlokasi di tempat yang punya nilai sejarah tinggi, misalnya markas Korem 072 Pamungkas yang dulunya merupakan Kantor Wakil Presiden Muhammad Hatta, kemudian Gedung Agung dan juga Benteng Vredeburg. Hasto berpesan kepada seluruh murid yang hadir untuk mencintai sejarah. Sejarah harus selalu dikenang untuk bisa dijadikan pelajaran untuk mengisi hari sekarang dan masa depan menjadi lebih baik lagi.
"Serangan Umum 1 Maret meskipun kita semua belum lahir, tetapi bisa dipelajari sejarahnya seperti peran Sri Sultan HB IX dalam serangan tersebut. Ternyata, ada benang merah bahwa semangat masyarakat Jogja untuk berjuang sudah ada sejak lama dan itu terbukti dalam Serangan Umum 1 Maret," katanya.
Sumber : HarianJogja