Yogyakarta (07/03/2024) paniradyakaistimewan.jogjaprov.go.id - Paniradya Kaistimewan DIY menggelar Mangayubagya Tingalan Jumenengan Dalem atau Peringatan Ulang Tahun Kenaikan Takhta ke-35 Sri Sultan Hamengku Bawono Ka-10 dan GKR Hemas dengan menggelar Sinau Sejarah Keistimewaan DIY, Kamis (7/3/2024).
Kegiatan yang mengangkat tema "Menjaga dan Melestarikan Keistimewaan Yogyakarta" tersebut digelar di Kampus Terpadu Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta. Sinau Sejarah Keistimewaan tersebut menghadirkan narasumber Rektor Universitas Widya Mataram Prof Dr H Edy Suandi Hamid MEC selaku Keynote Speaker, Kepala Bagian Pelayanan dan Umum Paniradya Kaistimewan DIY, Ariyanti Luhur Tri Setyarini SH, Sekretaris Pawiyatan Pamong Drs Fajar Sujarwo MSi dan Panghageng II Kawedanan Purwoaji Laksana, Kraton Yogyakarta KRT Purwowinoto, SH. Edy yang juga Anggota Dewan Parampara Praja atau Dewan Pertimbangan Kesultanan Ngayogyakarta mengatakan kegiatan tersebut sangat positif karena sinau sejarah yang mengingatkan ungkapan Bung Karno soal Jas Merah atau jangan sekali-kali melupakan sejarah. Sejarah apapun tidak boleh dilupakan.
"Dengan sejarah kita bisa mengambil sesuatu. Bicara sejarah Indonesia tentu banyak yang kita petik, apa spirit yang diharapkan dari tokoh perjuangan yang mengorbankan pikiran, tenaga, darah dan nyawanya. Spirit itu bisa kita ambil pada saat ini sesuai kebutuhan, tidak harus berperang," katanya.
Sinau sejarah ini, lanjut Edy memberikan manfaat untuk mengenang masa lalu, mengenal nenek moyang sebagai sumber pelajaran atau kaca benggala dan sumber inspirasi untuk melangkah ke depan. "Hari ini kita kaitkan sinau sejarah dengan mangayubagya 35 tahun Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X," katanya saat memberikan testimoni. Berbicara tujuan keistimewaan Yogyakarta yang pertama, lanjut Edy, dalam konteks mewujudkan pemerintahan yang demokratis banyak yang salah memahami ketika membicarakan demokrasi di Kraton Ngayogyakarta. Bagaimana disebut demokratis jika Sri Sultan HB X menjadi gubernur dengan mekanisme penetapan? Menurutnya, Edy, penetapan tersebut dilakukan secara prosedural di mana melibatkan banyak untuk membuat undang-undang. Pembuat undang-undang dipilih secara demokratis. "Jadi dalam konteks ini, Ngarso Dalem sudah melaksanakan itu. Kami di Parampara Praja, dilibatkan dalam seleksi pejabat sekda. Beliau tidak melakukan intervensi dengan tiga nama yang diserahkan oleh Pansel," katanya.
Ngarso Dalem, katanya, sangat sabar dan layak diteladani. Misalnya saat menunggu pesawat ke Moskow, Ngarso Dalem belum makan siang karena katering yang dipesan belum datang. "Bayangkan, Raja baru makan siang jam 5 sore. Tapi tidak marah. Ada juga cerita pejabat yang belum turun dari hotel masih ditunggu dengan sabar oleh Ngarso Dalem, tidak marah. Demokrasinya beliau tidak tertandingi," katanya.
Salah satu tujuan UU Keistimewaan adalah, kata Edy, mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman. Kalau bicara soal ketentraman, situasi dan kondisi Jogja stabil. Masyarakat yang heterogen dengan berbagai suku dan latar belakangnya hidup rukun dan berdampingan. "Sultan juga terjun langsung kalau ada konflik warga antar daerah, menyelesaikan dan semua mengikuti," katanya. Adapun soal kesejahteraan, terang Edy, Jogja masih dilihat dengan ukuran baku seperti yang dikeluarkan BPS. Bahwa Jogja secara presentase termasuk provinsi paling miskin di Jawa. Income gap atau ketimpangan pendapatannya dinilai paling tinggi. "Ini dikarenakan alat ukur BPS dilakukan dengan pendekatan pengeluaran. Saya sebagai ekonom melihat alat ukur itu banyak kelemahan. Sebab jika dikaitkan dengan indikator lainnya masyarakat Jogja sejahtera," katanya.
Hal itu dapat dibuktikan, lanjutnya, sejarah kesehatan rata-rata angka harapan hidup di Jogja tertinggi secara nasional. Begitu juga dengan lamanya pendidikan di Jogja. Tingkat kematian ibu dan anak juga rendah dan literasi masyarakat Jogja tinggi. "Sebagai ekonom, pendekatan yang dilakukan BPS yang hasilnya menjadi DIY sebagai Provinsi termiskin di Jawa banyak kelemahan," katanya.
Menyinggung soal tata pemerintahan dan kebhinnekaan Indonesia, Edy melihat, sosok Ngarso Dalem yang memiliki kompetensi menjadi pemimpin. Sultan juga memiliki leadership yang kuat dan mengetahui secara detail persoalan yang dihadapi masyarakat. Sultan juga dinilai Edy sebagai sosok yang memahami segala bidang baik ekonomi, budaya, pendidikan dan lainnya.
"Kita beruntung memiliki sosok pemimpin seperti Sultan. Kita harus mensyukuri Sultan bisa bertahta sampai 35 tahun. Kita doakan Ngarso Dalem dapat terus bertahta tanpa gejolak sampai akhir hayat. Kalau tugas dan kewenangan UU Keistimewaan dinilai belum optimal, tentu masih banyak waktu untuk ditingkatkan kinerja terkait keistimewaan Jogja," katanya.
Panghageng II Kawedanan Purwoaji Laksana, Kraton Yogyakarta KRT Purwowinoto, SH yang sudah 34 tahun melayani Ngarso Dalem mengetahui keseharian Sultan. Ia mengenal Sultan sebagai sosok yang disiplin dan tepat waktu. Jadi, semua pelayan yang mengikuti acara harus sudah siap. "Ada lagi sikap Sultan, kalau menyuruh sesuatu selalu bilang kata tolong. Itu sikap yang sangat santun walaupun sebagai seorang raja," katanya. Dia menambahkan sosok Sultan sebagai sosok intelektual dan akademisi. Hal itu terlihat dari pendidikan anak-anaknya. Sultan konsen mendidik anak-anaknya yang sopan dan santun. "Bagaimana anak-anak Sultan bisa menghormati orang tua, bawahan dan orang yang belum kenal sama sekali," katanya.
Sekretaris Pawiyatan Pamong Drs Fajar Sujarwo MSi mengaku mengenali sosok Sultan dari pola pikirnya di mana Ngarso Dalem dalam konteks Keistimewaan Yogyakarta. Sultan, katanya, keistimewaan dibangun berdasarkan pada aspek hamemayu hayuning bawono atau goverment culture. "Kedua, Jogja sedang menuju peradaban baru. Di mana saat ini peradaban berubah dari barat menuju timur, dan timur akan menjadi referensi besar peradaban. Adapun Jogja untuk Timur akan menjadi wilayah unggulan di Asia," katanya. Hal itu, lanjut dia, diwujudkan Sultan dengan mengubah among tani menjadi dagang layar. "Ngarso Dalem juga merindukan sekali adanya renaissance Jogja atau kebangkitan kembali budaya lama dengan mengkaji berbagai teknologinya. Misalnya teknologi saat membangun Candi Borobudur dan Prambanan," katanya
Tidak hanya itu, Jarwo melihat sosok Sultan yang memiliki kemaun untuk melakukan revolusi kultural di mana para aparat dituntut untuk melayani masyarakat. Kembali menjadi pamong. "Jogja akan berkembang kalau ditopang dengan kekuatan kraton, pemerintah, kampus dan kampung. Itulah keinginan Sultan dengan Keistimewaan Yogyakarta," katanya.
Kepala Bagian Pelayanan dan Umum Paniradya Kaistimewan DIY, Ariyanti Luhur Tri Setyarini SH melihat Sultan sebagai sosok yang konsisten dalam memperjuangan Keistimewaan Yogyakarta. "Dari proses awal sampai implementasinya. Tidak seperti kita hanya mungkin hanya parsial mengikutinya," kata Ririn. Implementasi UU Keistimewaan, katanya, diwujudkan Sultan dengan tanggungjawab penuh. Misalnya, setiap lima tahun sekali, Sultan menyampaikan visi dan misi jalannya pemerintahan untuk lima tahun ke depan. "Itu dilakukan Sultan sejak tahun 2012, kemudian 2017, lalu 2022 sesuai dengan visi dan misi yang diangkat. Beliau melaksanakan amanat UU Keistimewaan Yogyakarta secara bertanggungjawab," katanya.
Sumber : HarianJogja