Melihat kondisi yang tidak aman di Jakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sepakat untuk mengirim utusan ke Jakarta dan menawarkan memindahkan Ibukota RI untuk sementara waktu ke Yogyakarta. Tawaran ini merupakan pembuktian atas apa yang dinyatakan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII dalam Amanat 5 September 1945.
Usulan ini dibahas pada rapat kabinet 2 Januari 1946 dan disetujui. Akhirnya pada 3 Januari 1946 malam, rombongan Sukarno-Hatta beserta menteri dan keluarganya sebagai simbol pemerintahan RI, dengan mengendarai kereta api khusus pindah ke Yogyakarta. Sejak itu Yogyakarta berstatus sebagai Ibukota RI.
Status Yogyakarta sebagai Ibukota RI berakhir pada 27 Desember 1949, ketika penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Indonesia sebagai implementasi hasil KMB (Konfrensi Meja Bundar). Periode Yogyakarta sebagai Ibukota RI merupakan episode paling krusial antara hidup dan matinya RI, periode di mana eksistensi kedaulatan RI diperjuangkan dan ditegakkan melalui perang dan diplomasi. Yogyakarta hadir pada proses itu dalam berbagai bentuk. (Aim)