Yogyakarta (9/10/2023) paniradyakaistimewan.jogjaprov.go.id – Sejarah merupakan hal yang penting dan bagian dari masa lalu yang bersifat aktual. Keberadaan sejarah harus terus dilestarikan bagi kecerdasan anak bangsa mendatang. Hal inilah yang menjadi landasan Sinau Sejarah yang diselenggarakan oleh Paniradya Kaistimewaan bersama Sekber Kaistimewaan dan bekerjasama oleh Asosiasi Guru Sejarah Indonesia. Sinau sejarah kali ini mengangkat tema “Boyongan Dari Ambarketawang Menuju Kraton Yogyakarta” yang digelar di SMA Kolose De Britto Yogyakarta.

Sejarah ini bermula setelah perjanjian Giyanti 13 Februari 1755, Sultan Hamengku Buwono dan para Sentono Dalem berkunjung ke bumi Mataram tepatnya di Hutan Beringan. Di sana mereka melakukan deklarasi berdirinya Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat tepat pada tanggal 15 Maret 1755. Dalam deklarasi ini jugalah penentuan titik bangun Keraton Yogyakarta dan pengangkatan para pejabat-pejabat yang menjadi birokrat Kesultanan Yogyakarta.

Dari peristiwa itu Tumenggung Joyowinoto adalah orang yang bertugas dalam menyiapkan tempat yang akan ditinggali Sultan Hamengku Buwono I dan keluarga. Tempat inilah yang sekarang dikenal sebagai Pesanggrahan Ambarketawang. Proses pembangunan pesanggrahan Ambarketawang kurang lebih selama 8 bulan hingga pada 9  Oktober 1755 Sultan Hamengku Buwono I mulai menempati Pesanggrahan Ambarketawang seraya memulai pembangunan Kraton Yogyakarta.

“Sekarang tanggal 9 Oktober ini adalah kali pertama Sultan Hamengku Buwono I mesanggrah di pesanggrahan Ambarketawang, sekaligus dimulainya pembangunan Keraton Yogyakarta”, jelas Bahaudin selaku sejarawan dari UGM.

Gambaran terakhir oleh seorang biologis asal Jerman pada tahun 1836 saat datang ke Yogyakarta dan pergi ke Gunung Gamping menyatakan, Pesanggrahan Ambarketawang terletak di samping sungai dan dikelilingi oleh pohon-pohon kelapa yang membuat Pesanggrahan terlihat sangat rindang. Namun sayangnya sekarang Pesanggrahan Ambarkatang tidak lagi dapat dilihat secara utuh dan jelas sejak akhir tahun 1900an. Hal ini disebabkan pembangunan yang semakin marak terjadi kala itu, dan juga perubahan alam dari waktu ke waktu.

Saat ini Pesanggrahan Ambarketawang menjadi salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi, sesuai dengan Peraturan Gubernur dan juga Peraturan Daerah tentang Perlindungan Cagar Budaya. Sehingga kepedulian masyarakat sangan dibutuhkan terkhususnya generasi muda sebagai penerus bangsa.

Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Ariyanti Luhur Tri Setyarini, Kepala Bagian Pelayanan dan Umum Paniradya Kasitimewan, agar para generasi muda yang ada saat ini ditantang untuk dapat memahami dan merekonstruksikan keadaan-keadaan sejarah yang sudah lalu. “Karena kedepannya adek-adek inilah yang meneruskan segala sejarah ini” ujar Ariyanti. Beliau juga menambahkan bahwa keadaan sisa-sisa sejarah yang ada saat ini menjadi hal penting karena, merupakan bagian urusan Tata Ruang Kaistimewaan yang ada di Yogyakarta. (Cap/Aim)